Sabtu, 12 Agustus 2017

Rumah Hijau; Upaya Mengurangi Emisi Guna Menekan Kenaikan Suhu Bumi

Rumah Hijau; Upaya Mengurangi Emisi Guna Menekan Kenaikan Suhu Bumi
Oleh: Sarlita Hidayati

Salah satu upaya untuk dapat mengurangi emisi guna menekan kenaikan suhu bumi ialah dengan menggalakkan program rumah hijau. Ialah pendapat dari Dr. Agus Supangat (2016), Mantan Koordinator Divisi Peningkatan Kapasitas, Penelitian dan Pengembangan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), mengatakan tanpa upaya serius mengurangi emisi gas rumah kaca, suhu global akan cenderung meningkat lebih dari 2 derajat celcius pada abad berikutnya, bahkan bisa meningkat sampai 5 derajat celcius. Resiko terjadinya beberapa kejadian ekstrem, terutama gelombang panas dan hujan deras, diperkirakan akan meningkat lebih lanjut dalam beberapa dekade mendatang. Tinggi permukaan laut global diperkirakan akan meningkat hingga 0,26 – 0,81 meter pada akhir abad ini dan akan terus meningkat pada abad-abad mendatang. Menahan kenaikan suhu di bawah batas 2 derajat celcius adalah mungkin tapi sulit dilakukan dan perlu berbagai perubahan, termasuk perubahan penggunaan teknologi, institusi dan perilaku.
Upaya mengurangi emisi perlu dilakukan di semua sektor (misalnya energi, transportasi, pertanian, hutan) dan seluruh wilayah. Pengurangan penggunaan energi bisa dilakukan melalui beberapa cara, seperti efisiensi energi yang memainkan peran besar terhadap penurunan emisi. Banyak negara telah memiliki kebijakan mengurangi emisi, tapi jauh lebih perlu untuk menerapkan kebijakan tersebut. Investasi dalam teknologi bersih perlu skala kebijakan besar-besaran dan mitigasi perlu diintegrasikan ke dalam pertimbangan politik yang lebih luas, seperti pembangunan, lapangan kerja dan lingkungan. Menangani perubahan iklim membutuhkan tindakan internasional, ini adalah masalah ‘besar’ dan membutuhkan kerjasama internasional untuk mengatasinya.
Sangat menjadi sesuatu yang menakutkan bagi kita setelah mengetahui itu semua, langkah awal yang sederhana yang selalu ‘dikoar-koarkan’ kepada kita sebagai masyarakat awam tampaknya tak bisa hanya dijadikan ‘koaran’ yang tanpa dilaksanakan. Hal-hal mudah yang dapat kita lakukan antara lain: perbaikan sektor kehutanan; dengan reboisasi, menghindari penebangan hutan secara liar. Dalam sektor pemanfaatan bahan bakar fosil; kita harus mampu menghemat bahan bakar, menghemat penggunaan lampu, mengganti lampu dengan lampu hemat energi, atau bahkan mengupayakan pengadaan dan pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan. Bahkan hal kecil lainnya adalah, perlakuan kita terhadap sampah. Bagaimanapun, mendaur ulang sampah akan lebih baik daripada membakarnya. Membakar sampah sama artinya dengan memindahkan sampah tersebut ke udara. Sampah Plastik merupakan bahan yang sulit untuk diuraikan, dan kalau dibakar, plastik akan menjadi zat beracun atau polusi. Maka sebagai solusi sederhana, kurangi pemakaian kantong plastik. Saat belanja, bisa dicoba dengan menggunakan tas karton atau tas kanvas. Setidaknya langkah tersebut bisa sedikit banyak membantu tantangan dunia yang besar itu.
Selanjutnya penulis akan memaparkan mengenai langkah yang cukup besar selanjutnya, ialah dengan mengusung ‘Rumah Hijau’. Seperti yang dilansir dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Aidya Firdauzha Maerast (2016), industri konstruksi di Indonesia memiliki berbagai dampak positif terhadap kemajuan bangsa ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2014 kemarin tercatat sebesar 5,02 persen. Sektor konstruksi merupakan salah satu penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi tersebut, dengan presentase 9,88 persen. Pembangunan rumah, hotel, jembatan, jalan dan pelabuhan menjadi alasan pertumbuhan di sektor konstruksi ini. (liputan 6, 2015).
Sektor konstruksi tidak bisa dipungkiri memiliki peran strategis pada pembangunan. Peran strategis tersebut antara lain pada penyerapan tenaga kerja, jangkauan rantai pasok yang luas, pendorong sektor-sektor pendukungnya, bahkan mobilisator pertumbuhan produk nasional baik barang maupun jasa. (BPS, 2015). Namun dampak negatif yang dihasilkan oleh sektor ini tidaklah sedikit. Salah satunya adalah dampak terhadap pemanasan global.
Tidak hanya pada proses produksi dan pemakaian material konstruksi yang menyumbangkan emisi karbon dioksida, namun penggunaan fasilitas infrastruktur dan bangunan khususnya hunian dan bangunan komersial bisa menjadi sumber emisi gas rumah kaca yang besar. Misalnya saja dalam penggunaan listrik untuk menghangatkan dan mendinginkan ruangan, pencahayaan, penggunaan alat-alat rumah tangga, maka sumbangan sektor hunian dan bangunan bisa mencapai 30 persen.  Belum lagi limbah konstruksi yang dihasilkan dari proses konstruksi dan proses pembongkaran bangunan seperti tulangan, batu bata, kayu perancah, dll. Limbah yang disebutkan diatas tentunya berpengaruh secara signifikan terhadap lingkungan, menurut Hendrickson dan Horvath pada tahun 2000.
Selama ini dalam perancangan rumah, kita masih mengedepankan pendekatan konvensional seperti aspek ekonomi dan aspek teknis. Sementara itu isu lingkungan yang seharusnya juga dipertimbangkan sebagai fenomena global belum disentuh. Dengan jumlah rumah di Indonesia yang mencapai 45 juta unit menurut data Real Estate Indonesia (REI), maka emisi yang dihasilkan dari perumahan sangatlah besar. Konsep bangunan ramah lingkungan dapat menjadi salah satu solusi dalam penyumbangan emisi CO2 dari sektor ini . Bangunan ramah lingkungan   berarti “Bangunan yang menggunakan energi, air, dan sumber daya lain secara efisien; melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan produktivitas karyawan; serta mengurangi limbah, polusi, dan degradasi lingkungan.” (GBCI)
Tentu kita harus mengetahui berapa jumlah sumbangan emisi yang di berikan bangunan, berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh United Nations Environment Programme diperkirakan bahwa saat ini, bangunan berkontribusi sebanyak sepertiga dari total emisi gas rumah kaca global, terutama melalui penggunaan bahan bakar fosil selama fase operasional mereka.  Sektor bangunan memberikan kontribusi hingga 30 persen dari emisi gas rumah kaca global tahunan dan mengkonsumsi hingga 40 persen dari seluruh energi.  
Jumlah diatas merupakan jumlah yang besar, dan jika terus dibiarkan emisi yang dihasilkan bangunan dari sektor konstruksi akan terus bertambah, mengingat sedang dilaksanakan pembangunan infrastruktur di Indonesia secara besar-besaran. Maka dari itu bangunan hijau atau bangunan ramah lingkungan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor konstruksi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar