Kamis, 26 Juni 2014

TEORI KONSTRUKTIVISME


TEORI KONSTRUKTIVISME
Disusun oleh:
Nama : Sarlita Hidayati
NIM  : 1113016300022
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN LMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

A.  LATAR BELAKANG

Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Penulis memilih teori konstruktivisme karena penulis setuju dengan teori pembelajaran yang satu ini. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada benda-benda konkret. 
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasilkan menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
Maka dari permasalahan tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian konsep untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar konstruktivisme ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa lebih memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya sehari-hari.

B.  TUJUAN PENULISAN

1.    Dapat menjelaskan pengertian dari teori konstruktivisme. (C2)
2.    Dapat merumuskan pokok-pokok dari teori konstruktivisme. (A4)
3.    Dapat menyebutkan tokoh-tokoh dari teori konstruktivisme. (C1)
4.   Dapat menyusun RPP atau makalah sebagai pengaplikasian dari teori konstruktivisme. (P7)

C.  TEORI

·       Pengertian Teori Konstruktivisme

Ada beberapa pendapat mengenai definisi konstruktivisme yang dikemukan beberapa ahli. Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa dengan merefleksi pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan kita tentang dunia tempat kita hidup (Suyono: 2011). Sedangkan menurut Cahyo (2013) konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekan bahwa pengetahuan adalah buatan kita sendiri sebagai hasil konstruksi kognitif melalui kegiatan individu dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membangun pengetahuan tersebut. Trianto (2007) juga berpendapat bahwa teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran kognitif baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisi apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi.
Konstruktivisme yang merupakan pandangan terbaru di mana pengetahuan akan dibangun sendiri oleh pelajar berdasarkan pengetahuan yang ada pada mereka. Makna pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi tahu dan berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivisme (Brennan: 2006).
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Von Glasersfeld mengatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya (Suparno: 1997).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa teori belajar kontruktivisme merupakan teori belajar yang menuntut siswa mengkonstruksi kegiatan belajar dan mentransformasikan informasi kompleks untuk membangun pengetahuan secara mandiri.


·        Nama Tokoh

Perkembangan teori pembelajaran konstruktivisme dimulakan oleh pengasas teori ini ialah Ciambasstista Vico yaitu seorang pakar epistemologi dari Itali. Konstruktif kognitif muncul akibat penulisan Mark Baldwin dan disebarkan oleh Jean Piaget. Konstruktivis turut mempunyai ramai pengikut. Antaranya Forman dan Pullfal(1988), Newan, Griffin dan Cole (1989), Reninck (1989) dan Vygotsky (1978).(Ami Sakura: 2010)
Teori belajar konstruktivisme dibagi menjadi dua sudut pandang, yaitu menurut Piaget dan Vygotsky.

a.             Teori Belajar Konstruktivisme Piaget

 

Teori piaget berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna membangun struktur kognitif atau peta mentalnya yang diistilahkan “schema/skema” atau konsep jejaring untk memahami dan menanggapi pengalaman fisik dalam lingkungan di sekeilingnya (Suyono: 2011). Sedangkan menurut piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti sebuah kota-kotak yag masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam proses belajar terjadi dua proses, yaitu proses organisasi informasi dan adaptasi (Cahyo:2013).
Proses organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang diterimanya dengan struktur- struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau sudah ada sebelumnya dalam otak. Sedangkan proses adaptasi adalah proses yang berisi dua kegiatan. Pertama, menghubungkan atau mengintergrasi pengetahuan yang diterima manusia atau disebut asimilasi. Kedua, mengubah struktur pengetahuan baru sehingga akan terjadi kesinambungan (equilibrium).
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Piaget, adalah sebagai berikut (Cahyo:2013):

v Skemata
Piaget mengatakan bahwa skemata orang dewasa mulai dari skemata anak melaui proses adaptasi sampai pada penataan dan organisasi. Makin mampu seseorang membedakan satu stimulus dengan stimulus lainnya, makin banyak skemata yang dimilikinya. Dengan demikian, skemata adalah struktur organisasi kognitif yang selalu berkembang dan berubah. Proses yang menyebabkan adanya perubahan tersebut adalah asimilasi dan akomodasi.

v Asimilasi
Asimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan baru ketika seseorang memadukan stimulus atau presepsi ke dalam skemata atau perilaku yang sudah ada. Pada dasarnya, asimilasi tidak mengubah skemata, tapi mempengaruhi atau memungkinkan pertumbuhan skemata. Asimilasi terjadi secara kontinu, berlangsung terus-menerus dalam perkembangan intelektual anak.
v Akomodasi
Akomodasi adalah proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai pengalaman baru. Proses tersebut menghasilkan terbentuknya schemata baru dan berubahnya skemata lama.

v Keseimbangan
Dengan adanya keseimbangan, efisiensi interaksi antara anak yang sedang berkambang dengan lingkungannya dapat tercapai dan terjamin. Piaget membagi fase perkembangan manusia ke dalam empat perkembangan yang tertera dalam table di bawah ini:

Tahapan
Usia
Gambaran
Sensorimotor
0-2
Bayi bergerak dari tindakan reflek instingtif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengoorgadinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik
Operational
2-7
Anak mulai merepresentasikan dunia denan kata-kata dan gambar-gambar.
Concerte operational
7-11
Pada saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret
Formal operational
11-15
Anak remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih idealistik

b.            Teori Belajar Konstruktivisme Vygotsky





Menurut Vygotsky bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belaja menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas-tugas tersebut berada dalam zone of proximal development (Trianto:2007).

·       Pokok-Pokok Teori


v Ciri dan Prinsip Teori Belajar Konstruktivisme

Ciri-ciri pembelajaran secara konstruktivisme (Cahyo:2013) adalah menekakan pada proses belajar, mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa, berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses bukan menekankan pada hasil, mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan, mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami, penilsian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa, sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif, banyak menggunakan terminology kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti: prediksi, inferensi, kreasi, dan analisi, dll.
Sedangkan prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam proses belajar-mengajar adalah pengetahuan dibangun oleh siswa, pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke murid kecuali hanya dengan keaktifan murid itu sendiri, murid aktif mengontruksi secara terus menerus sehingga terjadi perubahan konsep ilmiah, guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancer, mencari dan menilsi pendapat siswa, dan menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

v Implikasi Konstruktivisme terhadap Pembelajaran



Pendekatan konstruktivisme mementingkan pengembangan lingkungan belajar yang meningkatkan pembentukan pengertian dari prespektif ganda, dan informasi yang efektif atau control eksternal yang teliti dari peristiwa-peristiwa sswa yang ketat, dihindari sama sekali. Untuk maksud tersebut, guru perlu melalukan hal-hal berikut: menyajikan masalah-masalah actual kepada siswa dalam konteks yang sesuai dengan tingkat perkembangan siswa, pembelajaran distruktur di sekitar konsep-konsep primer, member dorongan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan sendiri, memberikan siswa untuk menemukan jawabann dari pertanyaan sendiri, memberanikan siswa mengemumakan pandapat dan menghargai sudut pandangnya, menganjurkan siswa bekerja dalam kelompok, dan menilai proses dan hasil belajar siswa dalam konteks pembelajaran.
Sedangkan menurut Suprijono (2011:40),  pembelajaran konstruktivisme merupakan belajar artikulasi. Belajar artikulasi merupakan proses mengartikulasikan ide, pikiran, dan solusi. Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran terbagi menjadi beberapa fase, yaitu:
-            Orientasi, merupakan fase untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik, memerhatikan dan mengembangkan motivasi terhadap topic materi pembelajaran
-            Elicitasi, merupakan fase membantu peserta didikmeggali ide-ide yang dimilikinya dengan member kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide mereka.
-            Restruksi ide, dalam hal ini peserta didik melakukan klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide orang lain
-            Aplikasi ide, dalam fase ini, idea tau pengetahuan yang telah dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan pada bermacam-macam situasi yang dihadapi.
-            Review, dalam fase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan pengetahuannya pada situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya dengan menambah suatu keterangan atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih lengkap. 

v Model Pembelajaran dari Teori Konstruktivisme

Model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi guru dalam melaksanakan aktivitas pembelajaran (Sagala: 2012). Beberapa model pembelajaran dari pengembangan teori konstruktivisme antara lain:
-                 Discovery Learning
Discovery Learning merupakan proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan (Illahi: 2012: 29). Model pembelajaran ini mengubah kondisi siswa yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented menjadi student oriented. Model ini juga mengubah dari modus rxpository siswa ke modus discovery yang menuntut siswa secara aktif menemukan informasi sendiri melalui bimbingan guru
-                 Reception Learning
Model reception learning menuntut guru menyiapkan situasi belajar, memilih materi-materi yang tepat untuk siswa, dan kemudian menyampaikan dalam bentuk pengajaran yang terorganisasi dengan baik, mulai dari umum ke hal-hal yang terperinci. Menurut Ausubel, pada dasarnya orang memperoleh pengetahuan melalui penerimaan, bukan melalui penemuan. 
-                 Assisted Learning
Assisted learning mempunyai peran sangat penting bagi perkembangan individu. Menurut Vygotsky, perkembangan kognitif terjadi melalui proses interaksi dan percakapan seorang anak dengan lingkungan sekitarnya. Orang lain disebut sebagai pembimbing atau guru.
-                  Active Learning
Active learning merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan system pembelajaran melalui cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri. Belajar aktif merupakan strategi belajar yang diartikan sebagai proses belajar mengajar yang menggunakan berbagai metode yang menitikberatkan kepada keaktifan siswa dan melibatkan potensi siswa, baik secara fisik, mental, emosional maupun intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan wawasan kognitif, afektif, dan psikomotorik secara optimal.
-                 Kontekstual Learning
Pembelajaran kontekstual learning merupakan suatu proses pendidikan yang holistic dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari.
-                 Quantum Learning
Quatum learning ialah pengajaran yang dapat mengubah suasana belajar yang menyenangkan serta mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.

v Dampak Teori Kostruktivisme terhadap Pembelajaran

Dampak teori kostruktivisme secara umum merupakan gabungan penerapan baik dari konsep Piaget maupun Vygotsky terhadap pembelajaran sebagaimana tertera dalam table dibawah ini (Suyono dan Hariyanto:2011) :

Pendidikan
Menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemapuan berfikir untuk menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi
Kurikulum
Konstruktivisme tidak memerlukan kurikulum yang terstandarisasi melainkan disesuaikan dengan pengetahuan siswa
Pengajaran
Pendidik focus terhadap bagaimana menyusun hubungan antara fakta-fakta serta memperkuat perolehan pengetahuan yang baru bagi siwa
Pembelajaran
Diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya
Penilaian
Tidak memerlukan tes yang baku melaikan memerlukan penilaian proses

Kelebihan teori konstruktivisme menurut Cahyo (2013) yaitu guru bukan satu-satunya sumber belajar, siswa lebih aktif dan kreatif, pembelajaran menjadi lebih bermakna, pembelajar memiliki kebebasan, membina sikap produktif dan percaya diri, proses evaluasi difokuskan pada penilaian proses, dan siswa menjadi lebih mudah paham.


Sedangkan kelemahan teori konstruktivisme adalah perolehan informasi berlangsung satu arah, siswa dituntut harus aktif, dan guru tidak mentransfer pemgetahuan yang telah dimiliki, melainkan membantu siswa.

D.  ANALISIS TEORI

Berdasarkan teori yang telah diuraikan di atas, penulis sangat setuju dengan teori kontruktivisme karena bagaimanapun juga pengetahuan yang kita dapat merupakan hasil konstruksi kita sendiri. Karena dalam proses belajar dan pembelajaran perlu adanya sikap aktif siswa. Sebagaimana dikatakan oleh Hudojo (1998); guru tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu, namun guru lebih diposisikan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan megkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Dengan teori kontrukstivisme, banyak sekali manfaat yang diperoleh siswa, diantaranya memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan gagasan dengan menggunakan bahasa mereka sendiri, memberikan kesempatan pada siswa untuk berpikir dan memikirkan tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan imajinatif, memberikan kesempatan pada siswa untuk mencoba melakukan dan melaksanakan gagasan-gagasan, memberikan pengalaman pada siswa yang berhubungan dengan gagasan-gagasan yang telah dimiliki siswa sebelumnya, dan menciptakan lingkungan belajar dan kondusif sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.

E.AYAT AL-QUR’AN YANG BERKENAAN DENGAN TEORI KONSTRUKTIVISME

Berikut ini merupakan salah satu ayat yang berhubungan dengan teori kontrukstivisme.
Firman Allah swt. dalam Q.S. Ar-Ra’ad ayat 11:

إنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ArRa’ad: 11)

Ayat ini menjelaskan bahwa nasib kalian, umat manusia, baik individu maupun sosial, berada di tangan kalian sendiri dan hendaknya kalian tidak berharap bahwa Allah akan menyerahkan utusan penentuan nasib tersebut kepada para malaikat.(Tafsir Al-Qur’an)
Sama halnya jika dihubungkan di dalam teori kontrukstivime bahwa diperlukan kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan siswa sendiri untuk dapat lebih memahami ilmu yang didapatkan. Untuk dapat merubah dirinya dari yang belum mengerti apa-apa menjadi mengetahui segalanya.

Latihan Membuat RPP

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Mata Pelajaran     : Fisika
Kelas/Semester     : XI (Sebelas)/I
Program               : IPA
Alokasi Waktu     : 2 x 1 JP

Kompetensi Inti
KI 1   : Menghayati dan mengamalkan  ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 : Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah lingkungan,  gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan pro-aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
 KI 3  :Memahami dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,  kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
 KI 4  :Mengolah,  menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak  terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

Kompetensi Dasar
1.1  Menganalisis gerak lurus, gerak melingkar dan gerak parabola dengan menggunakan vektor.

Indikator
·        Menganalisis besaran perpindahan, kecepatan, dan percepatan pada gerak lurus dengan menggunakan vector.
·        Menganalisis besaran kecepatan dan percepatan pada gerak melingkar dengan menggunakan vector.
·        Menganalisis besaran perpindahan dan kecepatan pada gerak parabola dengan menggunakan vector tangensial dan percepatan sentripetal pada gerak melingkar.

Tujuan Pembelajaran
Setelah proses mencari informasi, menanya, berdiskusi, dan melaksanakan percobaan  siswa dapat:
1.     Memperbandingkan gerak dua dimensi secara vektor dan skalar. (A4)

Pada tujuan ini berhubungan dengan Perkembangan Konsep Diri dan Emosi para siswa. Karena salah satu upaya orang tua dan guru dalam membentuk konsep diri yaitu dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk melakukan sesuatu dengan caranya sendiri, tampilannya dan ekspresinya. Dengan siswa diminta untuk memperbandingkan gerak dua dimensi secara vektor dan skalar, siswa dapat berinteraksi dengan guru dan dengan teman-temannya dengan menggunakan bahasa tubuh serta bahasa lisannya. Dan guru juga dapat memberikan stimulus semangat agar ia mau mencoba sesuatu yang baik.

2.     Memperhitungkan besar dan arah perpindahan, kecepatan, dan percepatan gerak suatu benda. (K3)

Pada tujuan ini berhubungan dengan Multiple Intelegensi, dengan memperhitungkan besar dan arah perpindahan, kecepatan, dan percepatan gerak suatu benda, kecerdasan logika-matematika siswa menjadi terasah.
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan angka-angka dan bilangan, berpikir logis dan ilmiah, adanya konsistensi dalam pemikiran. Seseorang yang cerdas secara logika-matematika seringkali tertarik dengan pola dan bilangan/angka-angka. Mereka belajar dengan cepat operasi bilangan dan cepat memahami konsep waktu, menjelaskan konsep secara logis, atau menyimpulkan informasi secara matematik. Kecerdasan ini sangat berbakat dalam : memecahkan masalah, menyusun dan menggolongkan informasi, bekerja dengan perencanaan, bereksperimen, selalu bertanya dan merasa ragu dengan peristiwa alam, menyukai bentuk geometris.(Cucun: 2011)

3.     Menghubungkan besarnya jarak dan kecepatan terhadap waktu dalam gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan dengan menggunakan grafik. (P5)

Tujuan ini berhubungan dengan Cara Mengatasi Lupa Dan Jenuh Dalam Belajar, dengan menggunakan grafik didalam menghubungkan besarnya jarak dan kecepatan, siswa dapat lebih mengingat akan materi yang didapatkan. Karena diantara strategi dan teknik yang diajukan oleh ahli psikolog dalam mengatasi lupa yaitu dengan imajeri visual dan simbol. Imajeri visual adalah gambaran mengenai sesuatu di dalam pikiran, dengan adanya grafik, siswa dapat membayangkan bagaimana pengaruh jarak dan kecepatan terhadap waktu.

4.     Mengidentifikasikan karakteristik gerak suatu benda melalui grafik. (P5)

Tujuan ini berhubungan dengan Perkembangan Psikomotorik, karena dengan siswa diminta untuk mengidentifikasikan karakteristik gerak suatu benda melalui grafik dapat melatih keterampilan motorik halus siswa. John W. Santrock dalam bukunya yang berjudul perkembangan Anak Jilid 1 menyebutkan bahwa karakteristik perkembangan psikomotor pada remaja yaitu individu atau anak berpikir intuisif atau berpikir mengandalkan ilham, anak-anak berimajinasi memperoleh kemampuan satu langkah berpikir mengkoordinasi pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri. Anggapan dasar seorang remaja akan berpikir hipotesis, berpikir mengenai sesuatu khususnya dalam pemeahan masalah dengan menggunakan dasar yang relevan dengan lingkungan yang ia respon, memilki perhatian ke masa depan, etika ideal, dan sebagainya.

5.     Merumuskan persamaan gerak suat benda melalui pengukuran besaran-besaran gerak. (K2)

Tujuan ini berhubungan dengan Perkembangan Kognitif siswa, berdasarkan tahap perkembangan kognitif menurut piaget, pada tahap operasional formal (usia 11 hingga 12 atau usia dewasa) pada tahap ini anak-anak atau remaja dapat memikirkan dan membayangkan konsep-konsep yang tidak berhubungan dengan realitas konkret. Selain itu, mereka juga mengenali kesimpulan yang logis, sekalipun kesimpulan tersebut berbeda dari kenyataan di dunia sehari-hari. Sejumlah kemampuan yang sangat diperluakan dalam penalran ilmiah dan matematika yang rumit, merumuskan dan menguji sejumlah hipotesis, memisahkan dan mengontrol variabel, dan penalaran yang proporsional. Dengan dimintanya siswa untuk dapat merumuskan persamaan gerak suatu benda melalui pengukuran besaran-besaran gerak mendukung berkembangannya pengetahuan siswa.

6.     Merumuskan besaran-besaran yang berkaitan dengan gerak melingkar, yaitu perubahan sudut, kecepatan sudut, dan percepatan sudut. (A4)

Tujuan ini berhubungan dengan perkembangan nilai, moral dan sikap. Disini siswa diminta untuk merumuskan sesuatu dari materi yang ia dapatkan, siswa akan menilai dan menyikapinya dengan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kesukaan masing-masing siswa. Meski begitu pada perkembangan moral remaja dicirikan dengn mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban.

7.     Memperlihatkan hubungan antara besaran dalam gerak melingkar dengan gerak lurus dalam kehidupan sehari-hari. (P3)

Tujuan ini berhubungan dengan perkembangan kreativitas siswa. karena berdasarkan tahap perkembangan kreativitas yang ditinjau dari perkembangan kognitif oleh Jean Piaget mengemukakan bahwa pada usia remaja, interaksi anak dengan lingkungan sudah amat luas menjangkau banyak teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang dewasa . pada tahap ini ada semacam tarik menarik antara ingin bebas dengan ingin dilindungi. Perkembangan kreativitas pada tahap ini sedang berada pada tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas.
Selain itu tujuan ini juga dapat menyalurkan karakteristik kreativitas yang dimiliki siswa seperti rasa ingin tahu yang besar, cenderung tertarik dengan hal-hal yang kompleks, berwawasan masa depan,  dan senang berpetualang. Maka dari itu, disini siswa diminta untuk memperlihatkan hubungan antara besaran dalam gerak melingkar dengan gerak lurus dalam kehidupan sehari-hari.

Metode Pembelajaran
·        Demonstrasi dan Eksperimen
·        Dikusi kelompok
·        Presentasi
·        Penugasan

Evaluasi
Dari dari Teori Konstruktivisme yang telah diuraikan di atas, sekaligus pengaplikasiannya ke dalam pembelajaran dalam bentuk RPP, maka sekarang kita telah mengetahui kelebihan maupun kekurangan dari teori tersebut. Selanjutnya perlu adanya evaluasi., tujuan evaluasi ini sendiri adalah untuk keperluan: perbaikan program, pertanggung jawaban kepada berbagai pihak, dan penentuan tindak lanjut hasil pengembangan.
Evaluasi pada dasarnya Pengukuran perilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok serta Pemeriksaan kesesuaian antara tujuan pendidikan dan hasil belajar yang telah dicapai, untuk melihat sejauh mana perubahan atau keberhasilan pendidikan yang telah terjadi.


DAFTAR PUSTAKA

Cahyo, Agus N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar Mengajar. Yogyakarta: Diva Press

Hasan, P. D. 2008. Evaluasi Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Illahi, Moh. Takdir. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental Vocational Skill. Jogjakarta: Diva Press

Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta

Suparno
. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius

Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplkasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar. Bandung: Rosda

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: PrestasiPustaka

http://www.scribd.com/doc/19784811/konstruktivisme




Tidak ada komentar:

Posting Komentar