Senin, 01 Agustus 2016

Bangkitkan Kembali Budaya Maritim dengan Menjadi Pemakan Ikan



Indonesia merupakan sebuah negara yang 80 persennya terdiri dari lautan, namun tampaknya negara kita ini belum dapat dikenal luas sebagai negeri bahari. Negeri cocok tanam seakan lebih akrab dengan negara kita sekarang. Pengoptimalisasian hasil laut yang masih minim juga belum adanya aturan yang lengkap terkait kelautan membuat negeri kita terlihat ‘bodoh’ dalam mengolah kebermanfaatan hasil laut. Sebenarnya inilah yang seharusnya menjadi PR besar untuk negara kita, membangkitkan budaya maritim kita

Walaupun dikenal dengan daerah kelautan, yang di mana hasil ikannya-pun tentu beragam, masyarakat Indonesia tidak dikenal sebagai pemakan ikan. Kurangnya kegemaran mengkonsumsi ikan ini sendiri sedikit banyak telah berpengaruh terhadap keterikatan kita akan hasil laut. Dan ini akan berdampak pula terhadap sistem dan juga tata kelola kelautan, yang memungkinkan untuk lebih diperhatikan oleh pemerintah.

Budaya maritim bisa kita tingkatkan dengan diawali dari meja makan, di mana ikan harus menjadi menu utama bangsa Indonesia. Gemar makan ikan laut, juga akan mencerdaskan bangsa sebagaimana bangsa Jepang memiliki tradisi kuat mengkonsumsi ikan. Rata-rata konsumsi ikan orang Indonesia adalah 30 kilogram per tahun, jumlah tersebut masih kalah dengan konsumsi ikan orang Malaysia yang mencapai 37 kilogram per tahun. Dan jika dibandingkan dengan Jepang, kita hanya separuh dari konsumsi mereka yang mencapai lebih dari 60 kilogram per tahun. Coba saja bayangkan, kalau konsumsi ikan saja masih rendah, itu artinya tidak mengherankan jika penanganan illegal fishing tidak dianggap penting.  

Jika konsumsi ikan orang Indonesia menyamai orang Jepang, yang artinya dua kali lebih banyak kebutuhan ikan dari data sekarang, itu akan mendorong pemerintah untuk serius menangani lautnya agar kebutuhan konsumsi ikan orang Indonesia terpenuhi. Dan tak dapat dipungkiri bahwa illegal fishing yang menjadi salah satu sumber kerugian bangsa dapat lebih diperhatikan dan tentu saja terkurangi atau bahkan tertiadakan.

Kerugian Indonesia terkait dengan illegal fishing diperkirakan mencapai triliunan rupiah per tahun. Jumlah triliunan ini adalah angka yang sangat besar dan jumlah sebesar itu sangat bisa dimanfaatkan untuk dialokasikan hal lain saja, seperti misalnya untuk pendidikan ataupun kesehatan, daripada kita rugi sebanyak itu dengan hanya tidak mau mengurus sistem kelautan. Jepang untuk mencari ikan saja sampai ke kutub utara, dan segala jenis ikan pun diburu. Sementara Indonesia yang wilayah kelautannya lebih luas dari Jepang, belum menganggap penting tata kelola satu atap kelautan.

Oleh karena itu, memang perlu adanya sebuah kesadaran dari masyarakat untuk dapat mengetahui kekayaan hasil laut kita ini. Pemerintah mendatang dalam mewujudkan budaya maritim bisa dengan cara mendorong dunia pendidikan, keluarga dan lembaga terkait memiliki program makan ikan laut. Membentuk suatu budaya itu memang tidak bisa instan tetapi harus dididik, diajari dan diedukasi. Ini hal yang sederhana tetapi akan mengubah cara pandang bangsa Indonesia terhadap lautnya. Jika makan ikan laut menjadi tradisi, kebutuhan makan ikan meningkat, illegal fishing diperangi, pembangunan instruktur kelautan dan kekuatan keamanan serta keselamatan laut dapat ditingkatkan.

Memang benar bahwasanya memerlukan waktu panjang untuk bisa mengubah budaya “among tani” menjadi “dagang layar”. Namun setidaknya, bukankah capaian besar itu bermulai dari langkah kecil? Mulailah dari diri kita, mulailah gemar memakan ikan demi meningkatkannya budaya maritim secara optimal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar