Rabu, 20 September 2017

Aku Beraksi, Maka Aku Ada (Pengalaman Mengikuti IYEF Camp 2017)

Aku Beraksi, Maka Aku Ada
(Pengalaman Mengikuti IYEF Camp 2017)
Oleh: Sarlita Hidayati

Tidak jarang aku mendengar istilah “NATO” di kalangan rekan-rekan sepermainanku. Pernah kawanku menceritakan kepadaku mengenai seseorang yang ia anggap NATO tersebut. NATO, akronim dari No Action Talk Only. Dari situ aku berpikir, apa jangan-jangan aku pun seperti itu? Aku banyak omong, namun aksiku tampak nol. Entahlah, semenjak itu, aku berusaha untuk mencoba menjadi manusia yang lebih banyak aksi ketimbang kata yang tak begitu berguna.
Pertengahan Juli 2017, aku mendapat informasi, akan diadakan sebuah kegiatan yang aku rasa dapat membantu mengilhamiku untuk istiqomah dalam beraksi. Harapku, semoga ada kesempatan untukku mengikutinya. Tuhan Maha Baik, harapku terkabul. Sah lah aku menjadi peserta Indonesian Youth Education Forum (IYEF) 2017. Kegiatan kepemudaan seperti ini bukanlah yang pertama bagiku, namun IYEF ini adalah kegiatan yang luar biasa mengejutkanku. Jauh dari kemewahan, jauh dari kenyamanan, namun begitu dekat dengan penghidupan.
Tiga hari dua malam yang merubah banyak pola pikirku, yang dampaknya ke pola lakuku. Di hari pertama aku sudah dikejutkan dengan adanya Sangkuriang Challenge. Betapa tidak, sekolah yang belum pernah sama sekali aku jumpai sebelumnya harus dapat ter-make over hanya dalam semalam. Untung saja tantangan ini adalah tantangan kelompok yang beranggotakan cukup banyak peserta. Tibalah kami di sekolah tersebut, MI Al-Ijtihad namanya, yang sampai sekarang aku sedang menulis ini pun, masih saja aku terngiang namanya. Aku harus memuji, Tuhan Maha Baik, aku dipertemukan dengan kawan-kawan yang begitu bersemangat dalam menunjukkan aksinya. Kawan-kawan yang rela disita waktunya, tenaganya, pun pikirannya untuk menjalankan misi kemaslahatan ini. Kawan yang belum pernah aku kenal sebelumnya, namun dalam semalam itu aku merasa mengenalnya lebih. Kawan yang mengilhamiku bahwa aku harus istiqomah dalam segala aksi kemaslahatanku.

Baiklah, beralih kembali kepada Sangkuriang Challenge yang kami sedang jalani. Tibalah kami dalam diskusi, dan atas kuasa-Nya, aku dan kedua temanku ditugaskan untuk dapat me-make over ruang kelas V dan mempersiapkan pembelajaran selama 1 jam untuk di keesokan paginya, pun di kelas tersebut.
Sekitar pukul sembilan malam, kelas nampak begitu gelap dan hening. Kami bertiga mencoba memecah keheningan itu, dan kegelapan yang memang benar ada tidak menyurutkan semangat kami dalam memperbaiki hiasan-hiasan sederhana di dinding kelas. Latihan untuk presentasi di pagi esok pun kami lakukan pada malam itu juga, di ruang gelap nan hening itu.

Pagi tiba, siswa-siswi berdatangan, pun penghuni ruangan yang semalam kami ‘tempati’ akhirnya masuk ke dalam ruangan. Mencoba akrab dengan mereka nyatanya bukanlah hal yang sulit. Yang sulit ialah ketika mereka sudah menganggap kita ada di bagian hidupnya, dan lagi, akan meninggalkannya. Di akhir, terngiang sekali di telingaku, yang hampir melelehkan mataku, “Kakak besok kesini lagi kan?”. Bagiku, ada dan tiadanya aku di sisi mereka, doaku kan selalu tercurah untuk mereka. Sangkuriang Challenge berhasil membuat diriku merasa bersalah. Meski kalimat tanya itu selalu terngiang, bukankah jawaban terbaik adalah yang dibutuhkan? Bukan yang diharapkan.
Satu dari banyak kegiatan saja sudah dapat mengobrak-abrik pola pikirku. Tak sabar rasanya untuk menjalani kegiatan lain dari rangkaian acara IYEF ini. Cultural Night, inilah saatnya. Jawa Barat 1, itulah timku. Lagi, aku harus memuji, Tuhan Maha Sempurna, aku dikelompokkan dengan sekawanan pemuda yang bagiku mereka begitu cocok denganku. Tingkah kekonyolannya, ke-kisruh-annya, juga kekeluargaannya, yang membuatku tak merasa bahwa mereka adalah orang baru di hidupku. Drama Legenda Situ Bagendit berhasil kami tampilkan, menyoal kami bukan penampil terbaik, bagiku itu bonus, yang utama adalah menambah orang-orang seperti mereka ke dalam anggota keluarga.

The last day, Bogor in Education. Ketika pikiran diajaknya untuk selalu berpikir, di situlah akan terasah pola dan cara pikir seseorang. Kegiatan yang terbungkus dengan apik, disajikan begitu menarik, dan sangat mendidik. Lagi, aku harus memuji, Tuhan Maha Asyik. Setelah melalui pemecahan tantangan, terbentuklah suatu kelompok baru yang dimana aku ada di dalamnya. Buya Hamka nama kelompoknya. Kelompok yang beranggotakan orang-orang yang begitu energik, semangat dalam beraksi. Begitu mengilhamiku dalam ke-istiqomah-an untuk terus beraksi. Segala teka-teki yang harus kami pecahkan, segala perjalanan yang membuat kami semakin peduli akan perasaan. Segala tempat yang membuat kami semakin yakin, bahwa bumi itu luas, dan di setiap titiknya, selalu ada pelajaran. Bogor sisi lain, Bogor kota kelahiranku, juga kota yang akan membekas di hati teman-teman IYEF-ku.

Museum PETA adalah tempat perpisahan aku dengan keluarga baruku. Diawali dengan pengenalan sejarah, yang membuat kami semakin cinta tanah air. Semakin ta’dzim dengan para pahlawan yang telah memerdekakan. Berlanjut kepada latihan ala-ala militer, yang membuat kami sadar bahwa hidup bukan hanya untuk berleha-leha, namun lebih dari sekedar itu. Perjuangan untuk mendapat penghidupan yang layak. Memanusiakan manusia, menghidupkan yang hidup. Games yang membuat kami berpikir, bahwa hidup tak hanya menyoal diri sendiri, melainkan membutuhkan dan dibutuhkan sesama. Games yang membuat kami tersadar, hidup tak harus di bawa tegang, kata ‘menikmati’ dirasa perlu.


Tiga hari dua malam yang telah menyita bagian dari pikiranku untuk selalu menyimpannya. Tiga hari dua malam yang membuka mata hati bahwa hidup bukan menyoal diri sendiri. Tiga hari dua malam yang banyak mengilhami ke-istiqomah-an untuk selalu beraksi demi kemaslahatan. Tiga hari dua malam yang membuatku berpikiran bahwa aku akan ada, jika aku beraksi. Wherever I am, I must useful for another people.

Sabtu, 12 Agustus 2017

PEMUDA, PENDIDIKAN DAN KARAKTER

“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.” Begitulah kira-kira kutipan dari Presiden RI pertama kita. Tak bisa dipungkiri memang, bahwa masa depan negara adalah berada di tangan anak muda sekarang. Karakter pemuda akan menjadi karakter bangsa. Dari situ kita tahu, bahwa hal yang harus dibenahi sekarang ini adalah membentuk karaktek pemuda dengan baik, yang dapat membawa bangsa juga ke arah yang baik. Karakter yang terbentuk di dalam diri seseorang tak lepas dari pola pikir orang itu sendiri. Untuk membentuk karakter yang baik, juga harus membentuk pola pikir yang baik terlebih dahulu. Dengan sudah terbentuknya pola pikir yang baik tersebut, karakter akan tumbuh baik mengikutinya. Pola pikir dapat dibentuk atas dasar pengaruh dari lingkungan, lingkungan yang baik akan membawa dampak positif bagi pola pikir seseorang. Salah satu lingkungan yang baik, yang dapat membawa pengaruh baik dan membentuk pola pikir yang baik bagi seseorang adalah lingkungan sekolah/lembaga pendidikan.
Di sinilah pentingnya pendidikan itu sendiri, bukan hanya sebatas ilmu-ilmu sains seperti ilmu fisika atau biologi, namun lebih dari itu, ilmu-ilmu kehidupanlah yang dapat membentuk pola pikir dan akhirnya mebentuk karakter seseorang itu sendiri. Masalahnya sekarang adalah kualitas pendidkan Indonesia ini sendiri yang masih belum optimal. Dalam laporan yang dari OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) tentang PISA (Programme for International Student Assessment) yang mereka selenggarakan untuk mengukur mutu, ekuitas, dan efisiensi pendidikan di sekolah, Indonesia bahkan menempati ranking 64 dari 65 negara atau kedua dari bawah di atas Peru. Laporan tersebut sebagai penanda umum dari mutu pembelajaran lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia, khususnya sekolah, menunjukkan bahwa praktik pembelajaran di sekolah-sekolah kita belum mampu menghadirkan generasi terdidik yang memilki modalitas literasi yang cukup untuk bersaing di era global. Ini menjadi PR bukan hanya untuk pemerintah, namun juga kita sebagai rakyatnya. Mari bersama membangun karakter bangsa dengan mengoptimalisasian mutu pendidikan melalui pemuda.

Rumah Hijau; Upaya Mengurangi Emisi Guna Menekan Kenaikan Suhu Bumi

Rumah Hijau; Upaya Mengurangi Emisi Guna Menekan Kenaikan Suhu Bumi
Oleh: Sarlita Hidayati

Salah satu upaya untuk dapat mengurangi emisi guna menekan kenaikan suhu bumi ialah dengan menggalakkan program rumah hijau. Ialah pendapat dari Dr. Agus Supangat (2016), Mantan Koordinator Divisi Peningkatan Kapasitas, Penelitian dan Pengembangan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), mengatakan tanpa upaya serius mengurangi emisi gas rumah kaca, suhu global akan cenderung meningkat lebih dari 2 derajat celcius pada abad berikutnya, bahkan bisa meningkat sampai 5 derajat celcius. Resiko terjadinya beberapa kejadian ekstrem, terutama gelombang panas dan hujan deras, diperkirakan akan meningkat lebih lanjut dalam beberapa dekade mendatang. Tinggi permukaan laut global diperkirakan akan meningkat hingga 0,26 – 0,81 meter pada akhir abad ini dan akan terus meningkat pada abad-abad mendatang. Menahan kenaikan suhu di bawah batas 2 derajat celcius adalah mungkin tapi sulit dilakukan dan perlu berbagai perubahan, termasuk perubahan penggunaan teknologi, institusi dan perilaku.
Upaya mengurangi emisi perlu dilakukan di semua sektor (misalnya energi, transportasi, pertanian, hutan) dan seluruh wilayah. Pengurangan penggunaan energi bisa dilakukan melalui beberapa cara, seperti efisiensi energi yang memainkan peran besar terhadap penurunan emisi. Banyak negara telah memiliki kebijakan mengurangi emisi, tapi jauh lebih perlu untuk menerapkan kebijakan tersebut. Investasi dalam teknologi bersih perlu skala kebijakan besar-besaran dan mitigasi perlu diintegrasikan ke dalam pertimbangan politik yang lebih luas, seperti pembangunan, lapangan kerja dan lingkungan. Menangani perubahan iklim membutuhkan tindakan internasional, ini adalah masalah ‘besar’ dan membutuhkan kerjasama internasional untuk mengatasinya.
Sangat menjadi sesuatu yang menakutkan bagi kita setelah mengetahui itu semua, langkah awal yang sederhana yang selalu ‘dikoar-koarkan’ kepada kita sebagai masyarakat awam tampaknya tak bisa hanya dijadikan ‘koaran’ yang tanpa dilaksanakan. Hal-hal mudah yang dapat kita lakukan antara lain: perbaikan sektor kehutanan; dengan reboisasi, menghindari penebangan hutan secara liar. Dalam sektor pemanfaatan bahan bakar fosil; kita harus mampu menghemat bahan bakar, menghemat penggunaan lampu, mengganti lampu dengan lampu hemat energi, atau bahkan mengupayakan pengadaan dan pengembangan energi alternatif yang ramah lingkungan. Bahkan hal kecil lainnya adalah, perlakuan kita terhadap sampah. Bagaimanapun, mendaur ulang sampah akan lebih baik daripada membakarnya. Membakar sampah sama artinya dengan memindahkan sampah tersebut ke udara. Sampah Plastik merupakan bahan yang sulit untuk diuraikan, dan kalau dibakar, plastik akan menjadi zat beracun atau polusi. Maka sebagai solusi sederhana, kurangi pemakaian kantong plastik. Saat belanja, bisa dicoba dengan menggunakan tas karton atau tas kanvas. Setidaknya langkah tersebut bisa sedikit banyak membantu tantangan dunia yang besar itu.
Selanjutnya penulis akan memaparkan mengenai langkah yang cukup besar selanjutnya, ialah dengan mengusung ‘Rumah Hijau’. Seperti yang dilansir dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Aidya Firdauzha Maerast (2016), industri konstruksi di Indonesia memiliki berbagai dampak positif terhadap kemajuan bangsa ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2014 kemarin tercatat sebesar 5,02 persen. Sektor konstruksi merupakan salah satu penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi tersebut, dengan presentase 9,88 persen. Pembangunan rumah, hotel, jembatan, jalan dan pelabuhan menjadi alasan pertumbuhan di sektor konstruksi ini. (liputan 6, 2015).
Sektor konstruksi tidak bisa dipungkiri memiliki peran strategis pada pembangunan. Peran strategis tersebut antara lain pada penyerapan tenaga kerja, jangkauan rantai pasok yang luas, pendorong sektor-sektor pendukungnya, bahkan mobilisator pertumbuhan produk nasional baik barang maupun jasa. (BPS, 2015). Namun dampak negatif yang dihasilkan oleh sektor ini tidaklah sedikit. Salah satunya adalah dampak terhadap pemanasan global.
Tidak hanya pada proses produksi dan pemakaian material konstruksi yang menyumbangkan emisi karbon dioksida, namun penggunaan fasilitas infrastruktur dan bangunan khususnya hunian dan bangunan komersial bisa menjadi sumber emisi gas rumah kaca yang besar. Misalnya saja dalam penggunaan listrik untuk menghangatkan dan mendinginkan ruangan, pencahayaan, penggunaan alat-alat rumah tangga, maka sumbangan sektor hunian dan bangunan bisa mencapai 30 persen.  Belum lagi limbah konstruksi yang dihasilkan dari proses konstruksi dan proses pembongkaran bangunan seperti tulangan, batu bata, kayu perancah, dll. Limbah yang disebutkan diatas tentunya berpengaruh secara signifikan terhadap lingkungan, menurut Hendrickson dan Horvath pada tahun 2000.
Selama ini dalam perancangan rumah, kita masih mengedepankan pendekatan konvensional seperti aspek ekonomi dan aspek teknis. Sementara itu isu lingkungan yang seharusnya juga dipertimbangkan sebagai fenomena global belum disentuh. Dengan jumlah rumah di Indonesia yang mencapai 45 juta unit menurut data Real Estate Indonesia (REI), maka emisi yang dihasilkan dari perumahan sangatlah besar. Konsep bangunan ramah lingkungan dapat menjadi salah satu solusi dalam penyumbangan emisi CO2 dari sektor ini . Bangunan ramah lingkungan   berarti “Bangunan yang menggunakan energi, air, dan sumber daya lain secara efisien; melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan produktivitas karyawan; serta mengurangi limbah, polusi, dan degradasi lingkungan.” (GBCI)
Tentu kita harus mengetahui berapa jumlah sumbangan emisi yang di berikan bangunan, berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh United Nations Environment Programme diperkirakan bahwa saat ini, bangunan berkontribusi sebanyak sepertiga dari total emisi gas rumah kaca global, terutama melalui penggunaan bahan bakar fosil selama fase operasional mereka.  Sektor bangunan memberikan kontribusi hingga 30 persen dari emisi gas rumah kaca global tahunan dan mengkonsumsi hingga 40 persen dari seluruh energi.  
Jumlah diatas merupakan jumlah yang besar, dan jika terus dibiarkan emisi yang dihasilkan bangunan dari sektor konstruksi akan terus bertambah, mengingat sedang dilaksanakan pembangunan infrastruktur di Indonesia secara besar-besaran. Maka dari itu bangunan hijau atau bangunan ramah lingkungan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor konstruksi.


Senin, 01 Agustus 2016

Bangkitkan Kembali Budaya Maritim dengan Menjadi Pemakan Ikan



Indonesia merupakan sebuah negara yang 80 persennya terdiri dari lautan, namun tampaknya negara kita ini belum dapat dikenal luas sebagai negeri bahari. Negeri cocok tanam seakan lebih akrab dengan negara kita sekarang. Pengoptimalisasian hasil laut yang masih minim juga belum adanya aturan yang lengkap terkait kelautan membuat negeri kita terlihat ‘bodoh’ dalam mengolah kebermanfaatan hasil laut. Sebenarnya inilah yang seharusnya menjadi PR besar untuk negara kita, membangkitkan budaya maritim kita

Walaupun dikenal dengan daerah kelautan, yang di mana hasil ikannya-pun tentu beragam, masyarakat Indonesia tidak dikenal sebagai pemakan ikan. Kurangnya kegemaran mengkonsumsi ikan ini sendiri sedikit banyak telah berpengaruh terhadap keterikatan kita akan hasil laut. Dan ini akan berdampak pula terhadap sistem dan juga tata kelola kelautan, yang memungkinkan untuk lebih diperhatikan oleh pemerintah.

Budaya maritim bisa kita tingkatkan dengan diawali dari meja makan, di mana ikan harus menjadi menu utama bangsa Indonesia. Gemar makan ikan laut, juga akan mencerdaskan bangsa sebagaimana bangsa Jepang memiliki tradisi kuat mengkonsumsi ikan. Rata-rata konsumsi ikan orang Indonesia adalah 30 kilogram per tahun, jumlah tersebut masih kalah dengan konsumsi ikan orang Malaysia yang mencapai 37 kilogram per tahun. Dan jika dibandingkan dengan Jepang, kita hanya separuh dari konsumsi mereka yang mencapai lebih dari 60 kilogram per tahun. Coba saja bayangkan, kalau konsumsi ikan saja masih rendah, itu artinya tidak mengherankan jika penanganan illegal fishing tidak dianggap penting.  

Jika konsumsi ikan orang Indonesia menyamai orang Jepang, yang artinya dua kali lebih banyak kebutuhan ikan dari data sekarang, itu akan mendorong pemerintah untuk serius menangani lautnya agar kebutuhan konsumsi ikan orang Indonesia terpenuhi. Dan tak dapat dipungkiri bahwa illegal fishing yang menjadi salah satu sumber kerugian bangsa dapat lebih diperhatikan dan tentu saja terkurangi atau bahkan tertiadakan.

Kerugian Indonesia terkait dengan illegal fishing diperkirakan mencapai triliunan rupiah per tahun. Jumlah triliunan ini adalah angka yang sangat besar dan jumlah sebesar itu sangat bisa dimanfaatkan untuk dialokasikan hal lain saja, seperti misalnya untuk pendidikan ataupun kesehatan, daripada kita rugi sebanyak itu dengan hanya tidak mau mengurus sistem kelautan. Jepang untuk mencari ikan saja sampai ke kutub utara, dan segala jenis ikan pun diburu. Sementara Indonesia yang wilayah kelautannya lebih luas dari Jepang, belum menganggap penting tata kelola satu atap kelautan.

Oleh karena itu, memang perlu adanya sebuah kesadaran dari masyarakat untuk dapat mengetahui kekayaan hasil laut kita ini. Pemerintah mendatang dalam mewujudkan budaya maritim bisa dengan cara mendorong dunia pendidikan, keluarga dan lembaga terkait memiliki program makan ikan laut. Membentuk suatu budaya itu memang tidak bisa instan tetapi harus dididik, diajari dan diedukasi. Ini hal yang sederhana tetapi akan mengubah cara pandang bangsa Indonesia terhadap lautnya. Jika makan ikan laut menjadi tradisi, kebutuhan makan ikan meningkat, illegal fishing diperangi, pembangunan instruktur kelautan dan kekuatan keamanan serta keselamatan laut dapat ditingkatkan.

Memang benar bahwasanya memerlukan waktu panjang untuk bisa mengubah budaya “among tani” menjadi “dagang layar”. Namun setidaknya, bukankah capaian besar itu bermulai dari langkah kecil? Mulailah dari diri kita, mulailah gemar memakan ikan demi meningkatkannya budaya maritim secara optimal.

Senin, 06 Juni 2016

NUKLIR? KENAPA ENGGAK!

Selasa, 30 Mei 2016. Saya dan rekan-rekan Pendidikan Fisika 2013 didampingi oleh dosen mata kuliah Fisika Inti, Ibu Ai Nurlaela, M.Si berkesempatan untuk dapat berkunjung ke Badan tenaga nuklir nasional (batan). BATAN ialah lembaga pemerintah non departemen yang melakukan penilitian dan pengembangan teknik nuklir untuk bidang pangan, energi, kesehatan & obat, diseminasi & teknologi informasi bidang nuklir.[1] Ini sangat berkaitan dengan materi Fisika Inti yang sedang kami pelajari, yaitu tentang nuklir.
Sebelum saya melanjutkan narasi saya perihal kunjungan ini, saya ingin berbagi sedikit mengenai apa sebenarnya nuklir itu. Apa yang kita pikirkan jika kita mendengar kata “nuklir”? Bom-kah? Fenomena hancurnya kota Hiroshima dan Nagasaki-kah? Atau fenomena Chernobyl yang mengerikan itu?
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nuklir adalah berhubungan dengan atau menggunakan inti atau energi (tenaga) atom.[2] Energi nuklir merupakan energi alam yang paling fundamental. Konsentrasi energi sangat tinggi 1 gram U-235 = 3.000.000 gram batubara (fisika/teori), 1 gram U-235 = 100.000 gram batubara (teknologi -90'an), 1 gram PU = 1.000.000 gram batubara (teknologi -90'an). Energi nuklir bersifat intensif teknologi, tidak intensif sumber daya alam. Volume limbah kecil, mudah dikumpulkan, diproses dan disimpan (diisolasi dari lingkungan manusia). Pembelahan melalui reaksi inti dengan neutron tidak menimbulkan polutan organik (sebaliknya batu bara dibakar dengan oksigen, menimbulkan polutan organik dan non organik: VHC, SOX, NOX, dan lain-lain yang berbahaya bagi kesehatan). Polusi radiasi mudah diatasi dengan perisai dan sistem keselamatan lain. Bahan bakar bersifat kuasi-domestik (mudah diperoleh di pasar internasional dan dapat ditimbun). Sumber daya energi nuklir mampu memasok energi dengan skala besar dan untuk jangka panjang.[3]
“Sudah mulai tertarikkah dengan nuklir?”
Baiklah, saya akan melanjutkan narasi saya perihal kunjungan saya dan rekan-rekan ke BATAN. BATAN itu sendiri terletak di dalam kawasan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong-Tangerang Selatan.
Sesampainya di kawasan puspiptek, kami disambut sangat baik oleh satu orang satpam dan satu orang petugas. Sebelum memasuki kawasan BATAN-nya, kami mendapat sedikit arahan mengenai keadaan di dalam, juga dibagikan co card sebagai tanda bahwa kami adalah peserta kunjungan.
Tanpa lama-lama, kami segera diarahkan untuk memasuki kawasan nan membuat kami kagum tersebut dengan segala kecanggihannya. Bermacam-macam gedung yang berbeda identitas menandakan fungsinya pula yang berbeda-beda. Kami diarahkan untuk memasuki sebuah gedung seperti aula pertemuan. Kamipun menempati tempat duduk kami masing-masing. 
Tanpa menduga sebelumnya, sudah terdapat sebuah tim yang menunggu kami di aula tersebut. Mereka siap memberi pengenalan-pengenalan kepada kami terkait BATAN, juga arahan-arahan yang membuat kami semakin antusias untuk mengunjungi gedung-gedung pemrosesan nuklir itu secara langsung. Penyambutan yang bagi kami sangat hangat. Acara dimulai dengan pembukaan dilanjut dengan sambutan dari pihak BATAN juga dari pihak kami yang disampaikan oleh dosen Fisika Inti kami ialah Ibu Ai Nurlaela, M.Si. Setelah itu, kami pun dikenalkan lebih tentang BATAN.

Setelah cukup menyimak dan berkenalan lebih dengan BATAN, kami pun mendapat penjelasan lagi mengenai isu-isu terkait nuklir dan pemanfaatannya di dunia. Seperti yang sudah saya katakan di awal bahwa nuklir ialah segala yang berhubungan dengan atau menggunakan inti atau energi (tenaga) atom. Nuklir, merupakan sebuah energi masa depan yang ramah lingkungan, yang dapat juga dijadikan sebagai pembangkit listrik dalam pemenuhan kebutuhan listrik di Indonesia. Sayang sekali memang, karena sampai saat ini Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang ada di negara kita belum diaktifkan untuk beroperasi sebagai pemasok listrik. Ini dikarenakan dua faktor, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal itu sendiri dikarenakan sistem PLTN yang ada di Indonesia ini baru memenuhi dua dari empat syarat yang memang harus dipenuhi jika berpatokan kepada standar internasioanal, karena jikalau belum terpenuhi, itu artinya belum sempurnanya sistem dan khawatir akan terjadi hal yang tidak diinginkan. Sehingga memang masih perlu waktu untuk dapat melengkapi dua syarat lagi tersebut. Dan memang itu tak akan mustahil jika sistem PLTN di Indonesia mampu melakukannya. Faktor eksternal ialah izin pemerintah yang belum didapat, pun ketakutan-ketakutan masyarakat mengenai dampak jika saja rekator nuklir yang digunakan tersebut mengalami kebocoran. Padahal sistem pengamanan dari PLTN itu berlapis-lapis, dan kecil kemungkinan untuk dapat mengalami kebocoran.
Usai sesi pemberian materi kepada kami, dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab. Tiga orang di antara kami mengajukan pertanyaan dengan antusiasnya. Ialah Latif Mudzakkir, Adnavi Ulfa dan Rizki Nailul Author yang mewakili kami sebagai penanya untuk menanyakan lebih lanjut mengenai isu-isu nuklir juga pemanfaatannya yang masih mebuat kami penasaran dan yang menimbulkan kontroversi di masyarakat. Setelah dirasa cukup, acara di Gedung Aula Pertemuan itupun ditutup. Di akhir, rombongan kami dibagi ke dalam dua kelompok besar karena tidak mungkin jika 59 orang dari kami masuk semua ke dalam tempat pemrosesan nuklir tersebut secara langsung.
Akhirnya, 31 orang dari kami termasuk saya berkesempatan untuk dapat mengunjungi secara langsung ke Reaktor Serba Guna, yang mana di BATAN Serpong ini dinamakan dengan dengan Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy. Lalu 28 orang dari kami berkunjung ke Pusat Teknologi Bahan Bakar Nukir.
 
Dapat kita lihat dari gambar di atas bahwa Pusat Reaktor Serba Guna berada di bawah Deputi Bidang Pendayagunaan Teknologi Nuklir, sedangkan Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir berada di bawah Deputi Bidang Teknologi Energi Nuklir. Usai dari aula pertemuan itu pun kami (dua kelompok besar tadi) langsung menuju ke tempat kunjungan kami masing-masing.
Setelah jalan sebentar, akhirnya rombongan yang berjumlah 31 orang itu pun sampai di Pusat Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy (PRSG-GAS). Sesampainya di sana, barang-barang yang kami bawa harus dikumpulkan sebelum memasuki Pusat Reaktor. Kami diterima di PRSG-GAS oleh Tim Pemandu PRSG-GAS yang terdiri dari Cahyana ST, Drs. Unggul Hartoyo, Agung Satrio S.Si. Puspitasari Ramadania S.Si, Ngariatinah, Suharyo, Sunarningsih dkk.
Sebelum benar-benar masuk ke kawasan Reaktor, kami juga diarahkan terlebih dahulu di ruangan depan. Kami mendapat beberapa penjelasan dari pendamping kami mengenai bagian-bagian yang terdapat di Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy tersebut.
Setelah itu, kami masuk ke dalam suatu ruangan, kami diinstruksikan untuk mengenakan pakaian khusus yang telah disediakan. Satu orang dari kami, yaitu Apan Fauzi menggunakan alat pendeteksi kontaminasi di pakaiannya sebagai alat untuk pengecekkan. Apakah setelah masuk ke kawasan Reaktor terjadi kontaminasi atau tidak.
Kami pun segera menaiki lift untuk menuju ke reaktor tersebut. Keluar dari lift, kami diinstruksikan kembali untuk mengenakan alas kaki khusus yang telah disediakan. Pintu yang terlihat begitu kuat itupun akhirnya dibukakan satu persatu. Dan akhirnya kami benar-benar melihat langsung Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy tersebut.
Kami melihat mereka para teknisi kenukliran yang sedang bekerja. Kami mengelilingi ruangan tersebut sambil mendapat penjelasan dari pendamping kami. Tak jarangpun dari kami juga meelontarkan beberapa pertanyaan yang tentu saja kami ingin ketahui. Sesekali kami mengabadikan foto di dekat reaktor.

Kami mendapat penjelasan mengenai perkembangan dari sejarah reaktor RSG-GAS dengan penjelasan mengenai kelengkapan sarana prasarana yang dimiliki oleh reaktor RSG-GAS. Kami juga mendapat penjelasan mengenai fungsi dan manfaat dari reaktor RSG-GAS. Selain itu dijelaskan pula mengenai proses bisnis reaktor dan manajemen, inspeksi dan pengawasan serta sistem pelaporan pengelolaan reaktor RSG-GAS termasuk didalamnya penjelasan mengenai Sistem Mutu, Budaya Keselamatan, Budaya Keamanan maupun Sistem Monitoring dan Evaluasi serta Pengawasan Dampak Lingkungan di PRSG.

Sekilas tentang Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy
Reaktor Serba Guna G.A. Siwabessy (RSG-GAS) yang dibangun di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUSPIPTEK) Serpong merupakan salah satu fasilitas yang dimiliki oleh BATAN. Reaktor RSG-GAS dikelola dan dioperasikan oleh Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG). Dari struktur organisasi Badan Tenaga Nuklir Nasional, PRSG berada di bawah Deputi Kepala Pendayagunaan Teknologi Nuklir. Tugas pokok PRSG sesuai KEPPRES No.197 tahun 1998 adalah melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi reaktor, pengoperasian reaktor RSG-GAS, melakukan pelayanan iradiasi, serta bertanggungjawab terhadap keselamatan yang ditetapkan oleh Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Reaktor RSG-GAS dibangun sejak tahun 1983, setelah dicapai kritis pertama pada 27 Maret 1987, kemudian diresmikan oleh presiden RI pada tanggal 20 Agustus 1987. Akhirnya pada bulan Maret 1992 dicapai operasi reaktor pada daya penuh 30 MW.
Itulah sekilas tentang Reaktor GA. Siwabessy. Setelah dirasa cukup berkeliling di fasilitas reaktor, kami pun segera keluar. Sebelum menuju pintu-pintu berat itu, kamipun diperiksa untuk mengetahui apakah kami terkontaminasi atau tidak. Dan semua negatif, kami kembali dengan tanpa terkontaminasi sedikitpun, pun hasil alat yang digunakan teman kami Apan Fauzi untuk menunjukkan angka kontaminasi tetap berada di angka 0. Fasilitas Reaktor sungguh aman jika kita mengikuti aturan dengan sesuai. Usai keluar dari fasilitas reaktor, kami pun mengabadikan momen di depan Psat Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy.
 
Tak lama kamipun pamit kepada pihak BATAN yang telah menerima kami dengan sangat baik. Dari kunjungan tersebut, saya memperoleh banyak sekali ilmu, pengetahuan serta pengalaman. Selain dimanfaatkan di bidang energi, nuklir juga dapat dimanfaatkan di bidang industri, kesehatan, pertanian, perternakan dan masih banyak bidang lainnya. Nuklir bukanlah sesuatu yang menyeramkan. Nuklir tidak akan membahayakan jika dimanfaatkan dan diaplikasikan sesuai dengan cara-caranya. Untuk itu masihkah kita takut dengan nuklir?.
“Nuklir? Kenapa Enggak!”




[2] KBBI offline
[3] http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/1_energi_nuklir.pdf

Senin, 11 Januari 2016

Interferensi Cahaya


Interferensi cahaya terjadi jika dua (atau lebih) berkas cahaya kohern dipadukan. Di bagian ini kita akan mempelajari interferensi antar dua gelombang cahaya kohern. Dua berkas cahaya disebut kohern jika kedua cahaya itu memeiliki beda fase tetap. Interferensi destruktif (saling melemahkan) terjadi jika kedua gelombang cahaya berbeda fase 180o. Sedangkan interferensi konstruktif(saling menguatkan) terjadi jika kedua gelombang cahaya sefase atau beda fasenya nol. Interferensi destruktif maupun interferensi konstruktif dapat diamati pada pola interferensi yang terjadi.

Pola interferensi dua cahaya diselidiki oleh Fresnel dan Young. Fresnel melakukan percobaan interferensi dengan menggunakan rangkaian dua cermin datar untuk menghasilkan dua sumber cahaya kohern dan sebuah sumber cahaya di depan cermin. Young menggunakan celah ganda untuk menghasilkan dua sumber cahaya koheren.


1. Percobaan Fresnel


Gambar 8. Diagram eksperimen interferensi Fresnel. Bayangan sumber cahaya monokromatis S0 oleh kedua cermin (S1 dan S2) berlaku sebagai 2 sumber cahaya kohern yang pola interferensinya ditangkap oleh layar.

Pada gambar diatas, sumber cahaya monokromatis S0 ditempatkan di depan dua cermin datar yang dirangkai membentuk sudut tertentu. Bayangan sumber cahaya S0 oleh kedua cermin, yaitu S1dan S2 berlaku sebagai pasangan cahaya kohern yang berinterferensi. Pola interferensi cahaya S1dan S2ditangkap oleh layar.

Jika terjadi interferensi konstruktif, pada layar akan terlihat pola terang. Jika terjadi interferensi destruktif, pada kayar akan terlihat pola gelap.


 2. Interferensi Celah Ganda Young

Pada eksperimen Young, dua sumber cahaya kohern diperoleh dari cahaya monokromatis yang dilewatkan dua celah. Kedua berkas cahaya kohern itu akan bergabung membentuk pola-pola interferensi.



Gambar 9. Skema eksperimen Young

Inteferensi maksimum (konstruktif) yang ditandai pola terang akan terjadi jika kedua berkas gelombang fasenya sama. Ingat kembali bentuk sinusoidal fungsi gelombang berjalan pada grafik simpangan (y) versus jarak tempuh (x). Dua gelombang sama fasenya jika selisih jarak kedua gelombang adalah nol atau kelipatan bulat dari panjang gelombangnya.



Gambar 10. Selisih lintasan kedua berkas adalah d sin θ

Berdasarkan gambar di atas, selisih lintasan antara berkas S1dan d sin θ, dengan d adalah jarak antara dua celah.

Jadi interferensi maksimum (garis terang) terjadi jika

d sin θ = n λ, dengan n =0, 1, 2, 3, …

Pada perhitungan garis terang menggunakan rumus di atas, nilai n = 0 untuk terang pusat, n = 1 untuk terang garis terang pertama, n = 2 untuk garis terang kedua, dan seterusnya.

Interferensi minimum (garis gelap) terjadi jika selisih lintasan kedua sinar merupakan kelipatan ganjil dari setengah panjang gelombang. Diperoleh,

d sin θ = (n – ½ )λ, dengan n =1, 2, 3, …

Pada perhitungan garis gelap menggunakan rumus di atas, n = 1 untuk terang garis gelap pertama, n=2 untuk garis gelap kedua, dan seterusnya. Tidak ada nilai n = 0 untuk perhitungan garis gelap menggunakan rumus di atas.

3. Interferensi Pada Lapisan Tipis

Interferensi dapat terjadi pada lapisan tipis seperti lapisan sabun dan lapisan minyak. Jika seberkas cahaya mengenai lapisan tipis sabun atau minyak, sebagian berkas cahaya dipantulkan dan sebagian lagi dibiaskan kemudian dipantulkan lagi. Gabungan berkas pantulan langsung dan berkas pantulan setelah dibiaskan ini membentul pola interferensi.


Gambar 11. Interferensi cahaya pada lapisan tipis

 
Seberkas cahaya jatuh ke permukaan tipis dengan sudut datang i. Sebagian berkas langsung dipantulkan oleh permukaan lapisan tipis (sinar a), sedangkan sebagian lagi dibiaskan dulu ke dalam lapisan tipis dengan sudut bias r dan selanjutnya dipantulkan kembali ke udara (sinar b).

Sinar pantul yang terjadi akibat seberkas cahaya mengenai medium yang indeks biasnya lebih tinggi akan mengalami pembalikan fase (fasenya berubah 180o), sedangkan sinar pantul dari medium yang indeks biasnya lebih kecil tidak mengalami perubahan fase. Jadi, sinar a mengalami perubahan fase  180o, sedangkan sinar b tidak mengalami perubahan fase. Selisih lintasan antara a dan b adalah 2d cos r.

Oleh karena sinar b mengalami pembalikan fase, interferensi konstruktif akan terjadi jika selisih lintasan kedua sinar sama dengan kelipatan bulat dari setengah panjang gelombang (λ). Panjang gelombang yang dimaksud di sini adalah panjang gelombang cahay pada lapisan tipis, bukan panjang gelombang cahaya pada lapisan tipis dapat ditentukan dengan rumus:

λ = λ0/n.

Jadi, interferensi konstruktif (pola terang) akan terjadi jika

2d cos r = (m – ½ ) λ ; m = 1, 2, 3, …

dengan m = orde interferensi.

interferensi destruktif (pola gelap) terjadi jika

2d cos r = m λ ; m = 0, 1, 2, 3, …

4. Cincin Newton

Fenomena cincin Newton merupakan pola interferensi yang disebabkan oleh pemantulan cahaya di antara dua permukaan, yaitu permukaan lengkung (lensa cembung) dan permukaan datar yang berdekatan. Ketika diamati menggunakan sinar monokromatis akan terlihat rangkaian pola konsentris (sepusat) berselang-seling antara pola terang dan pola gelap.

Jika diamati dengan cahaya putih (polikromatis), terbentuk pola cincin dengan warna-warni pelangi karena cahaya dengan berbagai panjang gelombang berinterferensi pada ketebalan lapisan yang berbeda. Cincin terang terjadi akibat interferensi destruktif.


Gambar 12. Pola cincin newton hasil interferensi

Cincin di bagian luar lebih rapat dibandingkan di bagian dalam. Dengan R adalah jari-jari kelengkungan lensa, dan panjang gelombang cahaya dalam kaca adalah λ, radius cincin terang ke-n, yaitu rn dapat dihitung dengan rumus

dengan m = 1, 2, 3, … adalah nomor urut cincin terang.
Sedangkan radius cincin gelap ke-n, yaitu  rn dapat dihitung dengan rumus

 
dengan m = 1, 2, 3, … adalah nomor urut cincin gelap.
Perlu diingat bahwa panjang gelombang λ pada persamaan di atas adalah panjang gelombang cahaya dalam kaca (lensa) yang dapat dinyatakan dengan: λ = λ0/r, di mana λ0 adalah panjang gelombang cahaya di udara dan n adalah indeks bias kaca (lensa)/