TEORI KONSTRUKTIVISME
Disusun
oleh:
Nama : Sarlita Hidayati
NIM : 1113016300022
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN
PENDIDIKAN LMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
A. LATAR BELAKANG
Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia
pendidikan terutama pada proses pembelajaran. Penulis memilih
teori konstruktivisme karena penulis setuju dengan teori pembelajaran yang satu
ini. Pemilihan
pendekatan ini lebih dikarenakan agar pembelajaran membuat siswa antusias
terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau mencoba memecahkan
persoalannya. Pembelajaran di kelas masih dominan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga
kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berintekrasi langsung kepada
benda-benda konkret.
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika tidak demikian, maka seorang
pendidik tidak akan berhasilkan menanamkan konsep yang benar, bahkan dapat
memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya untuk
meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses
mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi
itu salah, dan jika ternyata benar maka pendidik harus membantu siswa dalam
mengkonstruk konsepsi tersebut biar lebih matang.
Maka dari permasalahan tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian
konsep untuk mengetahui bagaimana sebenarnya hakikat teori belajar konstruktivisme
ini bisa mengembangkan keaktifan siswa dalam mengkonstruk pengetahuannya
sendiri, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya peserta didik bisa lebih
memaknai pembelajaran karena dihubungkan dengan konsepsi awal yang dimiliki
siswa dan pengalaman yang siswa peroleh dari lingkungan kehidupannya
sehari-hari.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Dapat menjelaskan pengertian dari teori konstruktivisme.
(C2)
2. Dapat merumuskan pokok-pokok dari teori konstruktivisme.
(A4)
3. Dapat menyebutkan tokoh-tokoh dari teori konstruktivisme.
(C1)
4. Dapat menyusun RPP atau makalah sebagai pengaplikasian
dari teori konstruktivisme. (P7)
C. TEORI
· Pengertian Teori
Konstruktivisme
Ada beberapa
pendapat mengenai definisi konstruktivisme yang dikemukan beberapa ahli.
Konstruktivisme adalah sebuah filosofi pembelajaran yang dilandasi premis bahwa
dengan merefleksi pengalaman, kita membangun, mengkonstruksi pengetahuan kita
tentang dunia tempat kita hidup (Suyono: 2011). Sedangkan menurut Cahyo (2013)
konstruktivisme merupakan salah satu filsafat pengetahuan yang menekan bahwa
pengetahuan adalah buatan kita sendiri sebagai hasil konstruksi kognitif
melalui kegiatan individu dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema
yang diperlukan untuk membangun pengetahuan tersebut. Trianto (2007) juga
berpendapat bahwa teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori
pembelajaran kognitif
baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan
sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisi apabila aturan-aturan itu tidak sesuai
lagi.
Konstruktivisme yang merupakan pandangan terbaru di mana
pengetahuan akan dibangun sendiri oleh pelajar berdasarkan pengetahuan yang ada
pada mereka. Makna pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang
menjadi tahu dan berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran
konstruktivisme (Brennan: 2006).
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar
sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon,
kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa
yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis.
Von Glasersfeld mengatakan bahwa konstruktivisme adalah
salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah
konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur
konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya (Suparno: 1997).
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa teori belajar kontruktivisme merupakan teori belajar
yang menuntut siswa mengkonstruksi kegiatan belajar dan mentransformasikan
informasi kompleks untuk membangun pengetahuan secara mandiri.
·
Nama
Tokoh
Perkembangan teori
pembelajaran konstruktivisme
dimulakan oleh pengasas teori ini ialah Ciambasstista Vico yaitu seorang pakar
epistemologi dari Itali. Konstruktif kognitif muncul akibat penulisan Mark
Baldwin dan disebarkan oleh Jean Piaget. Konstruktivis turut mempunyai ramai
pengikut. Antaranya Forman dan Pullfal(1988), Newan, Griffin dan Cole
(1989), Reninck
(1989) dan Vygotsky (1978).(Ami
Sakura: 2010)
Teori belajar
konstruktivisme dibagi menjadi dua sudut pandang, yaitu menurut Piaget dan
Vygotsky.
a.
Teori
Belajar Konstruktivisme Piaget
Sumber gambar http://www.scribd.com/doc/19784811/konstruktivisme
Teori piaget
berlandaskan gagasan bahwa perkembangan anak bermakna membangun struktur
kognitif atau peta mentalnya yang diistilahkan “schema/skema” atau konsep
jejaring untk memahami dan menanggapi pengalaman fisik dalam lingkungan di
sekeilingnya (Suyono: 2011). Sedangkan
menurut piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti
sebuah kota-kotak yag masing mempunyai makna yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
dalam proses belajar terjadi dua proses, yaitu proses organisasi informasi dan
adaptasi (Cahyo:2013).
Proses
organisasi adalah proses ketika manusia menghubungkan informasi yang
diterimanya dengan struktur- struktur pengetahuan yang sudah disimpan atau
sudah ada sebelumnya dalam otak. Sedangkan proses adaptasi adalah proses yang
berisi dua kegiatan. Pertama, menghubungkan atau mengintergrasi pengetahuan
yang diterima manusia atau disebut asimilasi. Kedua, mengubah struktur
pengetahuan baru sehingga akan terjadi kesinambungan (equilibrium).
Proses
mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Piaget, adalah sebagai berikut
(Cahyo:2013):
v Skemata
Piaget
mengatakan bahwa skemata
orang dewasa mulai dari skemata anak melaui
proses adaptasi sampai pada penataan dan organisasi. Makin mampu seseorang
membedakan satu stimulus dengan stimulus lainnya, makin banyak skemata yang dimilikinya.
Dengan demikian, skemata
adalah struktur organisasi kognitif yang selalu berkembang dan berubah. Proses
yang menyebabkan adanya perubahan tersebut adalah asimilasi dan akomodasi.
v Asimilasi
Asimilasi
merupakan proses kognitif dan penyerapan baru ketika seseorang memadukan stimulus
atau presepsi ke dalam skemata
atau perilaku yang sudah ada. Pada dasarnya, asimilasi tidak mengubah skemata, tapi
mempengaruhi atau memungkinkan pertumbuhan skemata.
Asimilasi terjadi secara kontinu, berlangsung terus-menerus dalam perkembangan intelektual anak.
v Akomodasi
Akomodasi
adalah proses struktur kognitif yang berlangsung sesuai pengalaman baru. Proses
tersebut menghasilkan terbentuknya schemata baru dan berubahnya skemata lama.
v Keseimbangan
Dengan
adanya keseimbangan, efisiensi interaksi antara anak yang sedang berkambang dengan
lingkungannya dapat tercapai dan terjamin. Piaget membagi fase perkembangan
manusia ke dalam empat perkembangan yang tertera dalam table di bawah ini:
Tahapan
|
Usia
|
Gambaran
|
Sensorimotor
|
0-2
|
Bayi
bergerak dari tindakan reflek instingtif pada saat lahir sampai permulaan
pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui
pengoorgadinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik
|
Operational
|
2-7
|
Anak
mulai merepresentasikan dunia denan kata-kata dan gambar-gambar.
|
Concerte
operational
|
7-11
|
Pada
saat ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang
konkret
|
Formal
operational
|
11-15
|
Anak
remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak dan logis. Pemikiran lebih
idealistik
|
b.
Teori
Belajar Konstruktivisme Vygotsky
Menurut Vygotsky bahwa
pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belaja menangani tugas-tugas
yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan
kemampuan atau tugas-tugas tersebut berada dalam zone of proximal development (Trianto:2007).
· Pokok-Pokok Teori
v Ciri dan Prinsip Teori
Belajar Konstruktivisme
Ciri-ciri
pembelajaran secara konstruktivisme (Cahyo:2013) adalah menekakan pada proses
belajar, mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa,
berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses bukan menekankan pada hasil,
mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan, mendorong berkembangnya
rasa ingin tahu secara alami, penilsian belajar lebih menekankan pada kinerja
dan pemahaman siswa, sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif, banyak
menggunakan terminology kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran,
seperti: prediksi, inferensi, kreasi, dan analisi, dll.
Sedangkan
prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam proses belajar-mengajar
adalah pengetahuan dibangun oleh siswa, pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari guru ke murid kecuali hanya dengan keaktifan murid itu sendiri, murid
aktif mengontruksi secara terus menerus sehingga terjadi perubahan konsep
ilmiah, guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses
konstruksi berjalan lancer, mencari dan menilsi pendapat siswa, dan menyesuaikan
kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
v Implikasi
Konstruktivisme terhadap Pembelajaran
Pendekatan
konstruktivisme mementingkan pengembangan lingkungan belajar yang meningkatkan
pembentukan pengertian dari prespektif ganda, dan informasi yang efektif atau
control eksternal yang teliti dari peristiwa-peristiwa sswa yang ketat,
dihindari sama sekali. Untuk maksud tersebut, guru perlu melalukan hal-hal
berikut: menyajikan masalah-masalah actual kepada siswa dalam konteks yang sesuai
dengan tingkat perkembangan siswa, pembelajaran distruktur di sekitar
konsep-konsep primer, member dorongan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan
sendiri, memberikan siswa untuk menemukan jawabann dari pertanyaan sendiri,
memberanikan siswa mengemumakan pandapat dan menghargai sudut pandangnya,
menganjurkan siswa bekerja dalam kelompok, dan menilai proses dan hasil belajar
siswa dalam konteks pembelajaran.
Sedangkan
menurut Suprijono (2011:40),
pembelajaran konstruktivisme merupakan belajar artikulasi. Belajar
artikulasi merupakan proses mengartikulasikan ide, pikiran, dan solusi.
Implikasi konstruktivisme dalam pembelajaran terbagi menjadi beberapa fase,
yaitu:
-
Orientasi, merupakan fase untuk
memberikan kesempatan kepada peserta didik, memerhatikan dan mengembangkan
motivasi terhadap topic materi pembelajaran
-
Elicitasi, merupakan fase membantu
peserta didikmeggali ide-ide yang dimilikinya dengan member kesempatan kepada
peserta didik untuk mendiskusikan atau menggambarkan pengetahuan dasar atau ide
mereka.
-
Restruksi ide, dalam hal ini peserta
didik melakukan klarifikasi ide dengan cara mengontraskan ide-idenya dengan ide
orang lain
-
Aplikasi ide, dalam fase ini, idea
tau pengetahuan yang telah dibentuk peserta didik perlu diaplikasikan pada
bermacam-macam situasi yang dihadapi.
-
Review,
dalam fase ini memungkinkan peserta didik mengaplikasikan pengetahuannya pada
situasi yang dihadapi sehari-hari, merevisi gagasannya dengan menambah suatu keterangan
atau dengan cara mengubahnya menjadi lebih lengkap.
v Model Pembelajaran dari
Teori Konstruktivisme
Model
pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan
melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai
pedoman bagi perencanaan pengajaran bagi guru dalam melaksanakan aktivitas
pembelajaran (Sagala: 2012).
Beberapa model pembelajaran dari pengembangan teori konstruktivisme antara
lain:
-
Discovery Learning
Discovery Learning
merupakan proses pembelajaran yang menitikberatkan pada mental intelektual para
anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga
menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan di lapangan
(Illahi: 2012: 29). Model pembelajaran ini mengubah kondisi siswa yang pasif
menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented menjadi student
oriented. Model ini juga mengubah dari modus rxpository siswa ke modus
discovery yang menuntut siswa secara aktif menemukan informasi sendiri melalui
bimbingan guru
-
Reception Learning
Model
reception learning menuntut guru
menyiapkan situasi belajar, memilih materi-materi yang tepat untuk siswa, dan
kemudian menyampaikan dalam bentuk pengajaran yang terorganisasi dengan baik,
mulai dari umum ke hal-hal yang terperinci. Menurut Ausubel, pada dasarnya
orang memperoleh pengetahuan melalui penerimaan, bukan melalui penemuan.
-
Assisted Learning
Assisted learning
mempunyai peran sangat penting bagi perkembangan individu. Menurut Vygotsky,
perkembangan kognitif terjadi melalui proses interaksi dan percakapan seorang
anak dengan lingkungan sekitarnya. Orang lain disebut sebagai pembimbing atau
guru.
- Active
Learning
Active learning
merupakan suatu pendekatan dalam pengelolaan system pembelajaran melalui
cara-cara belajar yang aktif menuju belajar yang mandiri. Belajar aktif
merupakan strategi belajar yang diartikan sebagai proses belajar mengajar yang
menggunakan berbagai metode yang menitikberatkan kepada keaktifan siswa dan
melibatkan potensi siswa, baik secara fisik, mental, emosional maupun
intelektual untuk mencapai tujuan pendidikan yang berhubungan dengan wawasan
kognitif, afektif, dan psikomotorik secara optimal.
-
Kontekstual Learning
Pembelajaran
kontekstual learning merupakan suatu
proses pendidikan yang holistic dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami
makna materi pelajaran yang dipelajari dengan mengaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari.
-
Quantum
Learning
Quatum learning
ialah pengajaran yang dapat mengubah suasana belajar yang menyenangkan serta
mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang akan bermanfaat
bagi mereka sendiri dan bagi orang lain.
v Dampak Teori
Kostruktivisme terhadap Pembelajaran
Dampak
teori kostruktivisme secara umum merupakan gabungan penerapan baik dari konsep
Piaget maupun Vygotsky terhadap pembelajaran sebagaimana tertera dalam table
dibawah ini (Suyono dan Hariyanto:2011) :
Pendidikan
|
Menghasilkan
individu atau anak yang memiliki kemapuan berfikir untuk menyelesaikan setiap
masalah yang dihadapi
|
Kurikulum
|
Konstruktivisme
tidak memerlukan kurikulum yang terstandarisasi melainkan disesuaikan dengan
pengetahuan siswa
|
Pengajaran
|
Pendidik
focus terhadap bagaimana menyusun hubungan antara fakta-fakta serta
memperkuat perolehan pengetahuan yang baru bagi siwa
|
Pembelajaran
|
Diharapkan
selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya
|
Penilaian
|
Tidak
memerlukan tes yang baku melaikan memerlukan penilaian proses
|
Kelebihan
teori konstruktivisme menurut Cahyo (2013) yaitu guru bukan satu-satunya sumber
belajar, siswa lebih aktif dan kreatif, pembelajaran menjadi lebih bermakna,
pembelajar memiliki kebebasan, membina sikap produktif dan percaya diri, proses
evaluasi difokuskan pada penilaian proses, dan siswa menjadi lebih mudah paham.
Sedangkan
kelemahan teori konstruktivisme adalah perolehan informasi berlangsung satu
arah, siswa dituntut harus aktif, dan guru tidak mentransfer pemgetahuan yang
telah dimiliki, melainkan membantu siswa.
D. ANALISIS TEORI
Berdasarkan
teori yang telah diuraikan di atas, penulis sangat setuju dengan teori
kontruktivisme karena bagaimanapun juga pengetahuan yang kita dapat merupakan
hasil konstruksi kita sendiri. Karena dalam proses belajar dan pembelajaran
perlu adanya sikap aktif siswa. Sebagaimana dikatakan oleh Hudojo (1998); guru
tidak lagi menduduki tempat sebagai pemberi ilmu, namun guru lebih diposisikan
sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan
megkonstruksi pengetahuannya sendiri.
Dengan
teori kontrukstivisme, banyak sekali manfaat yang diperoleh siswa, diantaranya
memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan gagasan dengan menggunakan
bahasa mereka sendiri, memberikan kesempatan pada siswa untuk berpikir dan
memikirkan tentang pengalamannya sehingga siswa menjadi lebih kreatif dan
imajinatif, memberikan kesempatan pada siswa untuk mencoba melakukan dan
melaksanakan gagasan-gagasan, memberikan pengalaman pada siswa yang berhubungan
dengan gagasan-gagasan yang telah dimiliki siswa sebelumnya, dan menciptakan
lingkungan belajar dan kondusif sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan
siswa.
E.AYAT AL-QUR’AN YANG BERKENAAN DENGAN TEORI
KONSTRUKTIVISME
Berikut
ini merupakan salah satu ayat yang berhubungan dengan teori kontrukstivisme.
Firman Allah
swt. dalam Q.S. Ar-Ra’ad ayat 11:
إنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ArRa’ad: 11)
Ayat ini
menjelaskan bahwa nasib kalian, umat manusia, baik individu maupun sosial,
berada di tangan kalian sendiri dan hendaknya kalian tidak berharap bahwa Allah
akan menyerahkan utusan penentuan nasib tersebut kepada para malaikat.(Tafsir
Al-Qur’an)
Sama halnya
jika dihubungkan di dalam teori kontrukstivime bahwa diperlukan kemampuan untuk
mengembangkan pengetahuan siswa sendiri untuk dapat lebih memahami ilmu yang
didapatkan. Untuk dapat merubah dirinya dari yang belum mengerti apa-apa
menjadi mengetahui segalanya.
Latihan
Membuat RPP
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Mata Pelajaran : Fisika
Kelas/Semester : XI
(Sebelas)/I
Program : IPA
Alokasi
Waktu : 2 x 1
JP
Kompetensi
Inti
KI 1 : Menghayati
dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 : Mengembangkan
perilaku (jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, kerjasama,
cinta damai, responsif dan pro-aktif) dan menunjukan sikap sebagai bagian dari
solusi atas berbagai permasalahan bangsa dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan
bangsa dalam pergaulan dunia.
KI 3 :Memahami dan menerapkan pengetahuan
faktual, konseptual, prosedural dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait
fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.
KI 4 :Mengolah, menalar,
dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang
dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai
kaidah keilmuan.
Kompetensi
Dasar
1.1 Menganalisis gerak lurus, gerak melingkar dan gerak parabola dengan menggunakan
vektor.
Indikator
·
Menganalisis besaran perpindahan, kecepatan, dan
percepatan pada gerak lurus dengan menggunakan vector.
·
Menganalisis besaran
kecepatan dan percepatan pada gerak melingkar dengan menggunakan vector.
·
Menganalisis besaran
perpindahan dan kecepatan pada gerak parabola dengan menggunakan vector tangensial
dan percepatan sentripetal pada gerak melingkar.
Tujuan
Pembelajaran
Setelah proses
mencari informasi, menanya, berdiskusi, dan melaksanakan percobaan siswa dapat:
1. Memperbandingkan
gerak dua dimensi secara vektor dan skalar. (A4)
Pada
tujuan ini berhubungan dengan Perkembangan
Konsep Diri dan Emosi para siswa. Karena salah satu upaya orang tua dan
guru dalam membentuk konsep diri yaitu dengan memberikan kesempatan pada siswa
untuk melakukan sesuatu dengan caranya sendiri, tampilannya dan ekspresinya.
Dengan siswa diminta untuk memperbandingkan gerak dua dimensi secara vektor dan
skalar, siswa dapat berinteraksi dengan guru dan dengan teman-temannya dengan
menggunakan bahasa tubuh serta bahasa lisannya. Dan guru juga dapat memberikan
stimulus semangat agar ia mau mencoba sesuatu yang baik.
2. Memperhitungkan
besar dan arah perpindahan, kecepatan, dan percepatan gerak suatu benda. (K3)
Pada
tujuan ini berhubungan dengan Multiple
Intelegensi, dengan memperhitungkan besar dan arah perpindahan, kecepatan,
dan percepatan gerak suatu benda, kecerdasan
logika-matematika siswa menjadi terasah.
Kecerdasan ini ditandai dengan kemampuan anak untuk berinteraksi dengan
angka-angka dan bilangan, berpikir logis dan ilmiah, adanya konsistensi dalam pemikiran. Seseorang yang cerdas secara logika-matematika seringkali tertarik dengan
pola dan bilangan/angka-angka. Mereka belajar dengan cepat operasi bilangan dan cepat memahami konsep
waktu, menjelaskan konsep secara logis, atau menyimpulkan informasi secara
matematik. Kecerdasan ini sangat berbakat dalam : memecahkan masalah, menyusun
dan menggolongkan informasi, bekerja dengan perencanaan, bereksperimen, selalu
bertanya dan merasa ragu dengan peristiwa alam, menyukai bentuk geometris.(Cucun: 2011)
3. Menghubungkan
besarnya jarak dan kecepatan terhadap waktu dalam gerak lurus beraturan dan
gerak lurus berubah beraturan dengan menggunakan grafik. (P5)
Tujuan
ini berhubungan dengan Cara Mengatasi
Lupa Dan Jenuh Dalam Belajar, dengan menggunakan grafik didalam
menghubungkan besarnya jarak dan kecepatan, siswa dapat lebih mengingat akan
materi yang didapatkan. Karena diantara strategi
dan teknik yang diajukan oleh ahli psikolog dalam mengatasi lupa yaitu dengan
imajeri visual dan simbol. Imajeri visual adalah gambaran mengenai sesuatu
di dalam pikiran, dengan adanya grafik, siswa dapat membayangkan bagaimana pengaruh
jarak dan kecepatan terhadap waktu.
4. Mengidentifikasikan
karakteristik gerak suatu benda melalui grafik. (P5)
Tujuan
ini berhubungan dengan Perkembangan
Psikomotorik, karena dengan siswa diminta untuk mengidentifikasikan
karakteristik gerak suatu benda melalui grafik dapat melatih keterampilan
motorik halus siswa. John W. Santrock
dalam bukunya yang berjudul perkembangan Anak Jilid 1 menyebutkan bahwa
karakteristik perkembangan psikomotor pada remaja yaitu individu atau anak
berpikir intuisif atau berpikir mengandalkan ilham, anak-anak berimajinasi
memperoleh kemampuan satu langkah berpikir mengkoordinasi pemikiran dan idenya
dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri. Anggapan dasar
seorang remaja akan berpikir hipotesis, berpikir mengenai sesuatu khususnya
dalam pemeahan masalah dengan menggunakan dasar yang relevan dengan lingkungan
yang ia respon, memilki perhatian ke masa depan, etika ideal, dan sebagainya.
5. Merumuskan persamaan
gerak suat benda melalui pengukuran besaran-besaran gerak. (K2)
Tujuan
ini berhubungan dengan Perkembangan
Kognitif siswa, berdasarkan tahap perkembangan kognitif menurut piaget,
pada tahap operasional formal (usia 11 hingga 12 atau usia dewasa) pada tahap
ini anak-anak atau remaja dapat memikirkan dan membayangkan konsep-konsep yang
tidak berhubungan dengan realitas konkret. Selain itu, mereka juga mengenali
kesimpulan yang logis, sekalipun kesimpulan tersebut berbeda dari kenyataan di
dunia sehari-hari. Sejumlah kemampuan yang sangat diperluakan dalam penalran
ilmiah dan matematika yang rumit, merumuskan dan menguji sejumlah hipotesis, memisahkan
dan mengontrol variabel, dan penalaran yang proporsional. Dengan dimintanya
siswa untuk dapat merumuskan persamaan gerak suatu benda melalui pengukuran
besaran-besaran gerak mendukung berkembangannya pengetahuan siswa.
6. Merumuskan
besaran-besaran yang berkaitan dengan gerak melingkar, yaitu perubahan sudut,
kecepatan sudut, dan percepatan sudut. (A4)
Tujuan
ini berhubungan dengan perkembangan
nilai, moral dan sikap. Disini siswa diminta untuk merumuskan sesuatu dari
materi yang ia dapatkan, siswa akan menilai dan menyikapinya dengan berbeda-beda
sesuai dengan tingkat kesukaan masing-masing siswa. Meski begitu pada
perkembangan moral remaja dicirikan
dengn mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban.
7. Memperlihatkan
hubungan antara besaran dalam gerak melingkar dengan gerak lurus dalam
kehidupan sehari-hari. (P3)
Tujuan
ini berhubungan dengan perkembangan
kreativitas siswa. karena berdasarkan tahap perkembangan kreativitas yang
ditinjau dari perkembangan kognitif oleh Jean Piaget mengemukakan bahwa pada
usia remaja, interaksi anak dengan lingkungan sudah amat luas menjangkau banyak
teman sebayanya dan bahkan berusaha untuk dapat berinteraksi dengan orang
dewasa . pada tahap ini ada semacam tarik menarik antara ingin bebas dengan
ingin dilindungi. Perkembangan kreativitas pada tahap ini sedang berada pada
tahap yang amat potensial bagi perkembangan kreativitas.
Selain
itu tujuan ini juga dapat menyalurkan karakteristik kreativitas yang dimiliki
siswa seperti rasa ingin tahu yang besar, cenderung tertarik dengan hal-hal
yang kompleks, berwawasan masa depan,
dan senang berpetualang. Maka dari itu, disini siswa diminta untuk memperlihatkan
hubungan antara besaran dalam gerak melingkar dengan gerak lurus dalam kehidupan sehari-hari.
Metode
Pembelajaran
·
Dikusi
kelompok
·
Presentasi
·
Penugasan
Evaluasi
Dari dari Teori Konstruktivisme yang telah diuraikan
di atas, sekaligus pengaplikasiannya ke dalam pembelajaran dalam bentuk RPP,
maka sekarang kita telah mengetahui kelebihan maupun kekurangan dari teori
tersebut. Selanjutnya perlu adanya evaluasi., tujuan
evaluasi ini sendiri
adalah untuk keperluan: perbaikan
program, pertanggung jawaban kepada berbagai pihak, dan penentuan tindak lanjut hasil pengembangan.
Evaluasi pada dasarnya Pengukuran
perilaku siswa untuk mengungkapkan perbedaan individual maupun kelompok serta Pemeriksaan
kesesuaian antara tujuan pendidikan dan hasil belajar yang telah dicapai, untuk melihat sejauh mana perubahan atau keberhasilan pendidikan yang telah terjadi.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyo, Agus N. 2013. Panduan Aplikasi Teori-Teori Belajar
Mengajar. Yogyakarta: Diva Press
Hasan, P. D. 2008. Evaluasi
Kurikulum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Brennan, James
F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Illahi, Moh. Takdir. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy dan Mental
Vocational Skill. Jogjakarta: Diva Press
Sagala, Syaiful. 2012. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:
Alfabeta
Suparno. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius
Suprijono, Agus. 2011. Cooperative Learning Teori dan Aplkasi
PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep
Dasar. Bandung: Rosda
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
PrestasiPustaka
http://www.scribd.com/doc/19784811/konstruktivisme
Tidak ada komentar:
Posting Komentar